PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA - @ngKARA -->

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No. 3209
KEHAKIMAN. TINDAK PIDANA. Warganegara. Hukum Acara Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA

I.PENJELASAN UMUM.
1.Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum sebelum undang-undang ini berlaku adalah "Reglemen Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama "Het Herziene Inlandsch Reglement" atau H.I.R. (Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951, seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara pidana sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali atas beberapa perubahan dan tambahannya.
Dengan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan untuk mengadakan unifikasi hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari hukum acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie.
Adanya dua macam hukum acara pidana itu, merupakan akibat semata dari perbedaan peradilan bagi golongan penduduk Bumiputera dan peradilan bagi golongan bangsa Eropa di Jaman Hindia Belanda yang masih tetap dipertahankan, walaupun Reglemen Indonesia yang lama (Staatsblad Tahun 1848 Nomor 16) telah diperbaharui dengan Reglemen Indonesia yang dibaharui (R.I.B.), karena tujuan dari pembaharuan itu bukanlah dimaksudkan untuk mencapai satu kesatuan hukum acara pidana, tetapi justeru ingin meningkatkan hukum acara pidana bagi Raad van Justitie.
Meskipun Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 telah menetapkan bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu R.I.B, akan tetapi ketentuan yang tercantum di dalamnya ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu negara hukum. Khususnya mengenai bantuan hukum di dalam pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum tidak diatur dalam R.I.B. sedangkan mengenai hak pemberian ganti kerugian juga tidak terdapat ketentuannya.
Oleh karena itu demi pembangunan dalam bidang hukum dan sehubungan dengan hal sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka "Het Herziene Inlandsch Reglement" (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) berhubungan dengan dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional dan diganti dengan undang-undang hukum acara pidana baru yang mempunyai ciri kodifikatif dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warganegara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warganegara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana ini.
Selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978), maka wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang dalam bidang hukum menyatakan bahwa seluruh kepulauan Nusantara ini sebagai satu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Untuk itu perlu diadakan pembangunan serta pembaharuan hukum dengan menyempurnakan perundang-undangan serta dilanjutkan dan ditingkatkan usaha kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkatan kemajuan pembangunan di segala bidang.
Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3.Oleh karena itu undang-undang ini yang mengatur tentang hukum acara pidana nasional, wajib didasarkan pada falsafah/pandangan hidup bangsa dan dasar negara, maka sudah seharusnyalah di dalam ketentuan materi pasal atau ayat tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta kewajiban warganegara seperti telah diuraikan di muka, maupun asas yang akan disebutkan selanjutnya.
Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang telah diletakkan di dalam Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam dan dengan undang-undang ini.
Adapun asas tersebut antara lain adalah:
a.Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
b.Penangkapan, panahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang,
c.Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
d.Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.
e.Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
f.Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
g.Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwa, kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum.
h.Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
i.Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
j.Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
4.Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan di muka dalam kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakanlah pembaharuan atas hukum acara pidana yang sekaligus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk menghimpun ketentuan acara pidana, yang dengan ini masih terdapat dalam berbagai undang-undang ke dalam satu undang-undang hukum acara pidana nasional sesuai dengan tujuan kodifikasi dan unifikasi itu. Atas pertimbangan yang sedemikian itulah, undang-undang hukum acara pidana ini disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, disingkat K.U.H.A.P.
Kitab Undang-undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tatacara dari suatu proses pidana, tetapi kitab inipun juga memuat hak dan kewajiban dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat pula hukum acara pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya Undang-undang Mahkamah Agung (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1950) oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965.

II.PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
a.Ruang lingkup undang-undang ini mengikuti asas-asas yang dianut oleh hukum pidana Indonesia.
b.Yang dimaksud dengan "peradilan umum" termasuk pengkhususannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) alinea terakhir Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1).
Huruf a
Angka 1 s/d 3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:
a)tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b)selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
c)tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d)atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
e)menghormati hak asasi manusia.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam peraturan pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum.

Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a s/d h
Cukup jelas.
Huruf i
Lihat Pasal 109 ayat (2).
Huruf j
Lihat penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penyidik dalam ayat ini" adalah misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Dalam keadaan yang mendesak dan perlu, untuk tugas tertentu demi kepentingan penyelidikan, atas perintah tertulis Menteri Kehakiman pejabat imigrasi dapat melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pajabat kepolisian negara Republik Indonesia" termasuk pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan kepolisian negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 11
Pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan yang sangat diperlukan atau di mana terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajaran.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Huruf a s/d h.
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" ialah antara lain meneliti indentita; tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.
Huruf j
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Yang dengan "atas perintah penyidik" termasuk juga penyidik pembantu sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11. Perintah yang dimaksud berupa suatu surat perintah yang dibuat secara tersendiri, dikeluarkan sebelum penangkapan dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 17
Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betu-betul melakukan tindak pidana.

Pasal 18
Ayat (1)
Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan.

Pasal 22
Ayat (1)
Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, dikantor kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di tempat lain.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Tersangka atau terdakwa hanya boleh ke luar rumah atau kota dengan izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kepentingan pemeriksaan" ialah pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan dalam waktu penahanan yang ditentukan. Yang dimaksud dengan "gangguan fisik atau mental yang berat" ialah keadaan tersangka atau terdakwa yang tidak memungkinkan untuk diperiksa karena alasan fisik atau mental.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
a.Walaupun berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan negeri keberatan terhadap sah atau tidaknya penahanan pada tingkat penyidikan atau penuntutan yang diperpanjang berdasarkan Pasal 29 diajukan kepada ketua pengadilan tinggi untuk
b.Terhadap perpanjangan penahan dalam tingkat pemeriksaan kasasi sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan karena Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir dan yang melakukan pengawasan tertinggi terhadap perbuatan pengadilan.

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak ke luar rumah
atau kota.
Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Penyidik untuk melakukan penggeledahan rumah harus ada surat izin ketua pengadilan negeri guna menjamin hak asasi seorang atas rumah kediamannya.
Ayat (2)
Jika yang kelakukan penggeledahan rumah itu bukan penyidik sendiri, maka petugas kepolisian lainnya harus dapat menunjukan selain surat izin ketua pengadilan negeri juga surat perintah tertulis dari penyidik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "dua orang saksi" adalah warga dari lingkungan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "ketua lingkungan" adalah ketua atau wakil ketua rukun kampung, ketua atau wakil ketua rukun tetangga, ketua atau wakil ketua rukun warga, ketua atau wakil ketua lembaga yang sederajat.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
"keadaan yang sangat perlu dan mendesak" ialah bilamana di tempat patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita.
Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga badan, penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan.

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Yang dimaksud dengan "surat" termasuk surat kawat, surat teleks dan lain sejenisnya yang mengandung suatu berita.

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan antara lain ialah benda yang mudah terbakar, mudah meledak, yang untuk itu harus dijaga serta diberi tanda khusus atau benda yang dapat membahayakan kesehatan orang dan lingkungan. Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau hakim yang bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan lembaga yang ahli dalam menentukan sifat benda yang mudah rusak.
Ayat (2) dan ayat (3)
Benda untuk pembuktian yang menurut sifatnya lekas rusak dapat di jual lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan barang bukti.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "benda yang dirampas untuk negara" ialah benda yang harus diserahkan kepada departemen yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 46
Ayat (1)
Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai barang bukti. Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, benda yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka benda tersebut dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan atau pemiliknya. Dalam pengembalian benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan segi kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber kehidupan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "surat lain" adalah surat yang tidak langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang diperiksa akan tetapi dicurigai dengan alasan yang kuat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Diberikannya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seorang yang disangka melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama tidak mendapat pemeriksaan. sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Selain itu juga untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Pasal 51
Huruf a
Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.
Huruf b
Untuk mengindari kemungkinan bahwa seorang terdakwa diperiksa serta diadili di sidang pengadilan atas suatu tindakan yang didakwakan atas dirinya tidak dimengerti olehnya dan karena sidang pengadilan adalah tempat yang terpenting bagi terdakwa untuk pembelaan diri, sebab disanalah ia dengan bebas akan dapat mengemukakan segala sesuatu yang dibutuhkannya bagi pembelaan, maka untuk keperluan tersebut pengadilan menyediakan juru bahasa bagi terdakwa yang berkebangsaan asing atau yang tidak bisa menguasai bahasa Indonesia.

Pasal 52
Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan. dari rasa takut.
Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.

Pasal 53
Tidak semua tersangka atau terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan baik, terutama orang asing, sehingga mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya disangkakan atau didakwakan. Oleh karena itu mereka berhak mendapat bantuan juru bahasa.

Pasal 54
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Ayat (1)
Menyadari asas peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana, cepat dan dengan biaya ringan serta dengan pertimbangan bahwa mereka yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tidak dikenakan penahanan kecuali tindak pidana tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, maka untuk itu bagi mereka yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima belas tahun, penunjukan penasihat hukumnya disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan tersedianya tenaga penasihat hukum di tempat itu.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas

Pasal 61
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas "praduga tak bersalah".

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas

Pasal 71
Cukup jelas

Pasal 72
Yang dimaksud dengan "untuk kepentingan pembelaannya" ialah bahwa mereka wajib menyimpan isi berita acara tersebut untuk diri sendiri. Yang dimaksud dengan "turunan" ialah dapat berupa foto copy. Yang dimaksud dengan "pemeriksaan" dalam pasal ini ialah pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, hanya untuk pemeriksaan tersangka.
Dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat - dakwaan. Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan hakim.

Pasal 73
Apabila terbukti ada penyalahgunaan dalam pasal ini diberikan ketentuan Pasal 70 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).

Pasal 74
Cukup jelas

Pasal 75
Cukup jelas

Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Yang dimaksud dengan "penghentian penuntutan" tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung.

Pasal 78
Cukup jelas

Pasal 79
Cukup jelas

Pasal 80
Pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal.

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Cukup jelas

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Cukup jelas

Pasal 85
Yang dimaksud dengan "keadaan daerah tidak mengizinkan" ialah antara lain tidak amannya daerah atau adanya bencana alam.

Pasal 86
Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita menganut asas personalitas aktif dan asas personalitas pasif, yang membuka kemungkinan tindak pidana yang dilakukan di luar negeri dapat diadili menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Republik Indonesia. Dengan maksud agar jalannya-peradilan terhadap perkara pidana tersebut dapat mudah dan lancar, maka ditunjuk Pengadilan Negeri Jakarta- Pusat yang berwenang mengadilinya.

Pasal 87
Cukup jelas

Pasal 88
Cukup jelas

Pasal 89
Cukup jelas

Pasal 90
Cukup jelas

Pasal 91
Cukup jelas

Pasal 92
Cukup jelas

Pasal 93
Cukup jelas

Pasal 94
Cukup jelas

Pasal 95
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kerugian karena dikenakan tindakan lain" ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup jelas

Pasal 97
Cukup jelas

Pasal 98
Ayat (1)
Maksud Penggabungan perkara gugatan pada perkara pidana ini adalah supaya perkara gugatan tersebut pada suatu ketika yang sama diperiksa serta diputus sekaligus dengan perkara pidana yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "kerugian bagi orang lain" termasuk kerugian pihak korban.
Ayat (2)
Tidak hadirnya penuntut umum adalah dalam hal acara pemeriksaan cepat.

Pasal 99
Cukup jelas

Pasal 100
Cukup jelas

Pasal 101
Cukup jelas

Pasal 102
Cukup jelas

Pasal 103
Cukup jelas

Pasal 104
Cukup jelas

Pasal 105
Cukup jelas

Pasal 106
Cukup jelas

Pasal 107
Ayat (1)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, diminta, atau tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya wajib memberikan bantuan penyidikan kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b. Untuk itu penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Ayat (2)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dalam melakukan penyidikan suatu perkara pidana wajib melaporkan hal.
itu kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. Hal ini diperlukan dalam rangka koordinasi dan pengawasan.
Ayat (3)
Laporan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 6 ayat (1) huruf b kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a disertai dengan berita acara pemeriksaan yang dikirim kepada penuntut umum. Demikian juga halnya apabila perkara pidana itu tidak diserahkan kepada penuntut umum.

Pasal 108
Cukup jelas

Pasal 109
Dalam hal pemberitahuan oleh penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.

Pasal 110
Cukup jelas

Pasal 111
Cukup jelas

Pasal 112
Ayat (1)
Pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah, artinya, surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 113
Cukup jelas

Pasal 114
Untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf penyidikan kepada tersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi penasihat hukum pada pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 115
Ayat (1)
Penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan saksi yang dapat menguntungkan tersangka antara lain adalah saksi a decharge.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 117
Cukup jelas

Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal saksi tidak mau menandatangani berita acara ia harus memberi alasan yang kuat.

Pasal 119
Apabila penyidikan di luar daerah hukum itu dilakukan oleh penyidik semula, maka ia wajib didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penyidikan itu dilakukan.

Pasal 120
Cukup jelas

Pasal 121
Cukup jelas

Pasal 122
Cukup jelas

Pasal 123
Ayat (1)
Atas penahanan tersangka oleh penyidik maka tersangka, keluarga atau penasihat hukumnya dapat menyatakan keberatannya terhadap penahanan tersebut kepada penyidik, maupun kepada instansi yang bersangkutan, dengan disertai alasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 124
Cukup jelas

Pasal 125
Pasal ini untuk menghindari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap seorang.

Pasal 126
Cukup jelas

Pasal 127
Cukup jelas

Pasal 128
Cukup jelas

Pasal 129
Cukup jelas

Pasal 130
Pasal ini untuk mencegah kekeliruan dengan benda lain yang tidak ada hubungannya dengan perkara yang bersangkutan untuk penyitaan benda tersebut telah dilakukan.

Pasal 131
Cukup jelas

Pasal 132
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pejabat penyimpan umum antara lain adalah pejabat yang berwenang dari arsip negara, catatan sipil, balai harta peninggalan, notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli; sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan "kedokteran kehakiman" disebut keterangan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 134
Cukup jelas

Pasal 135
Yang dimaksud dengan "penggalian mayat" termasuk pengambilan mayat dari semua jenis tempat dan cara penguburan.

Pasal 136
Cukup jelas

Pasal 137
Cukup jelas

Pasal 138
Yang dimaksud dengan "meneliti" adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang dan atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik.

Pasal 139
Cukup jelas

Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Alasan baru tersebut diperoleh penuntut umum dari penyidik yang berasal dari keterangan tersangka, saksi, benda atau, petunjuk yang baru kemudian diketahui atau didapat.

Pasal 141
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan yang lain"apabila tindak pidana tersebut dilakukan dilakukan:
1.oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang bersamaan;
2.oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
3.oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 142
Cukup jelas

Pasal 143
Yang dimaksud dengan "surat pelimpahan perkara" adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas perkara.

Pasal 144
Cukup jelas

Pasal 145
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "orang lain" ialah keluarga atau penasihat hukum.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 146
Cukup jelas

Pasal 147
Cukup jelas

Pasal 148
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal kejaksaan negeri yang menerima surat pelimpahan perkara yang dimaksud dari kejaksaan negeri semula, ia membuat surat pelimpahan baru untuk disampaikan ke pengadilan negeri yang tercantum dalam surat ketetapan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 149
Cukup jelas

Pasal 150
Cukup jelas

Pasal 151
Cukup jelas

Pasal 152
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hakim yang ditunjuk" ialah majelis hakim atau hakim tunggal.
Ayat (2)
Pemanggilan terdakwa dan saksi dilakukan dengan surat panggilan oleh penuntut umum secara sah dan harus telah diterima oleh terdakwa dalam jangka waktu sekurang-kurangnya tiga hari sebelum sidang dimulai.

Pasal 153
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Jaminan yang diatur dalam ayat (3) di atas diperkuat berlakunya, terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas peradilan terbuka tidak dipenuhi.
Ayat (5)
Untuk menjaga supaya jiwa anak yang masih di bawah umur tidak terpengaruh oleh perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, lebih. lebih dalam perkara kejahatan berat, maka hakim dapat menentukan bahwa anak di bawah umur tujuh belas tahun, kecuali yang telah atau pernah kawin, tidak dibolehkan mengikuti sidang.

Pasal 154
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "keadaan bebas" adalah keadaan tidak dibelenggu tanpa mengurangi pengawalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kehadiran terdakwa di sidang merupakan kewajiban dari terdakwa, bukan merupakan haknya, jadi terdakwa harus hadir di sidang pengadilan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Dalam hal terdakwa setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dihadirkan dengan baik, maka terdakwa dapat dihadirkan dengan paksa.
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 155
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk menjamin terlindungnya hak terdakwa guna memberikan pembelaannya, maka penuntut umum memberikan penjelasan atas dakwaan tetapi penjelasan ini hanya dapat dilaksanakan pada permulaan sidang.

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ayat ini adalah untuk mencegah jangan sampai terjadi saling mempengaruhi di antara para saksi, sehingga keterangan saksi tidak dapat diberikan secara bebas.
Ayat (2)
Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan ahli.

Pasal 160
Cukup jelas

Pasal 161
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.

Pasal 162
Cukup jelas

Pasal 163
Cukup jelas.

Pasal 164
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hakim berwenang untuk memperingatkan baik kepada penuntut umum maupun kepada penasihat hukum, apabila pertanyaan yang diajukan itu tidak ada kaitannya dengan perkara.

Pasal 165
Cukup jelas

Pasal 166
Jika dalam salah satu pertanyaan disebutkan suatu tindak pidana yang tidak diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan, maka pertanyaan yang sedemikian itu dianggap sebagai pertanyaan yang bersifat menjerat. Pasal ini penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat itu tidak hanya tidak boleh diajukan kepada terdakwa, akan tetapi juga tidak boleh diajukan kepada saksi. Ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan. Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Tekanan. itu, misalnya ancaman dan sebagainya yang menyebabkan terdakwa atau saksi menerangkan hal yang berlainan daripada hal yang dapat dianggap sebagai peryataan pikirannya yang bebas.

Pasal 167
Ayat (1)
Untuk melancarkan jalannya pemeriksaan saksi, maka ada kalanya hakim ketua sidang menganggap bahwa saksi yang sudah didengar keterangannya mungkin akan merugikan saksi berikutnya yang akan memberikan keterangan, sehingga perlu saksi pertama tersebut untuk sementara ke luar dari ruang sidang selama masih didengar keterangannya.
Ayat (2)
Ada kalanya terdakwa atau penuntut umum berkeberatan terhadap dikeluarkannya saksi dari ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), misalnya diperlukan kehadiran saksi tersebut, agar supaya ia dapat ikut mendengarkan keterangan yang diberikan oleh saksi yang didengar berikutnya demi kesempurnaan hasil keterangan saksi.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 168
Cukup jelas

Pasal 169
Cukup jelas

Pasal 170
Ayat (1)
Pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti yang ditentukan oleh ayat ini, hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut.

Pasal 171
Mengingat bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.

Pasal 172
Cukup jelas

Pasal 173
Apabila menurut pendapat hakim seorang saksi itu akan merasa tertekan atau tidak bebas dalam memberikan keterangan apabila terdakwa hadir di sidang, maka untuk menjaga hal yang tidak diinginkan hakim dapat menyuruh terdakwa ke luar untuk sementara dari persidangan selama hakim mengajukan pertanyaan kepada saksi.

Pasal 174
Cukup jelas

Pasal 175
Cukup jelas

Pasal 176
Cukup jelas

Pasal 177
Cukup jelas

Pasal 178
Cukup jelas

Pasal 179
Cukup jelas

Pasal 180
Cukup jelas

Pasal 181
Cukup jelas

Pasal 182
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam hal terdakwa tidak dapat menulis, panitera mencatat pembelaannya.
Ayat (2)
Sidang dibuka kembali dimaksudkan untuk menampung data tambahan sebagai bahan untuk musyawarah hakim.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Apabila tidak terdapat mufakat bulat, pendapat lain dari salah seorang hakim majelis dicatat dalam berita acara sidang majelis yang sifatnya rahasia.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 183
Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang.

Pasal 184
Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah.

Pasal 185
Ayat (1)
Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim agar memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur dan obyektif.
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 186
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan, dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.

Pasal 187
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan surat yang dibuat oleh pejabat, termasuk surat yang dikeluarkan oleh suatu majelis yang berwenang untuk itu.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 188
Cukup jelas

Pasal 189
Cukup jelas

Pasal 190
Cukup jelas

Pasal 191
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan" adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jika terdakwa tetap dikenakan penahanan atas dasar alasan lain yang sah, maka alasan tersebut secara jelas diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri sebagai pengawas dan pengamat terhadap pelaksanaan putusan pengadilan.

Pasal 192
Cukup jelas

Pasal 193
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Perintah penahanan terdakwa yang dimaksud adalah bilamana hakim pengadilan tingkat pertama yang memberi putusan berpendapat perlu dilakukannya penahanan tersebut karena dikhawatirkan bahwa selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti ataupun mengulangi tindak pidana lagi.
Huruf b
Cukup jelas

Pasal 194
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan mengenai penyerahan barang tersebut misalnya sangat diperlukan untuk mencari nafkah, seperti kendaraan, alat pertanian dan lain-lain.
Ayat (3)
Penyerahan barang bukti tersebut dapat dilakukan meskipun putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi harus disertai dengan syarat tertentu, antara lain barang tersebut setiap waktu dapat dihadapkan ke pengadilan dalam keadaan utuh.

Pasal 195
Cukup jelas

Pasal 196
Ayat (1)
Ayat ini diambil dari asas yang termaktub dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970. Oleh karena ketentuan mengenai "pemeriksaan" sudah diatur terlebih dahulu, maka dalam ayat ini hanya diatur mengenai segi "memutus perkara".
Ayat (2)
Setelah diucapkan putusan tersebut berlaku baik bagi terdakwa yang hadir maupun yang tidak hadir. Ayat ini bermaksud melindungi kepentingan terdakwa yang hadir dan menjamin kepastian hukum secara keseluruhan dalam Ayat (3)
Dengan pemberitahuan ini dimaksudkan supaya terdakwa mengetahui haknya.

Pasal 197
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan "fakta dan keadaan di sini" ialah.segala apa yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak dalam proses, antara lain penuntut umum, saksi, ahli,terdakwa, penasihat hukum dan saksi korban.
Ayat (2)
Kecuali yang tersebut pada huruf a, e, f dan h, apabila terjadi kekhilafan dan atau kekeliruan dalam penulisan, maka kekhilafan dan atau kekeliruan penulisan atau pengetikan tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 198
Cukup jelas

Pasal 199
Cukup jelas

Pasal 200
Ketentuan ini untuk memberi kepastian bagi terdakwa agar tidak berlarut-larut waktunya untuk mendapatkan surat putusan tersebut, dalam rangka ia akan menggunakan upaya hukum. Pasal 201 Ketentuan ini adalah memberikan suatu kepastian untuk membuka kemungkinan surat palsu atau yang dipalsukan itu dipakai sebagai barang bukti, dalam hal dipergunakan upaya hukum. Di samping itu ketentuan tersebut ditujukan sebagai jaminan ketelitian panitera dalam berkas perkara.

Pasal 201
Ketentuan ini adalah memberikan suatu kepastian untuk membuka kemungkinan surat palsu atau yang dipalsukan itu sebagai barang bukti, dalam hal dipergunakan upaya hukum.
Di samping itu ketentuan tersebut ditujukan sebagai jaminan ketelitian panitera dalam berkas perkara.

Pasal 202
Cukup jelas

Pasal 203
Cukup jelas

Pasal 204
Cukup jelas

Pasal 205
Ayat (1)
Tindak pidana "penghinaan ringan" ikut digolongkan di sini dengan disebut tersendiri, karena sifatnya ringan sekalipun ancaman, pidana penjara paling lama empat bulan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "atas kuasa" dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum. Dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi nilai "atas kuasa" tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 206
Cukup jelas

Pasal 207
Ayat (1)
Huruf a
Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi kewajibannya untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, tanggal, jam dan tempat yang ditentukan.
Huruf b
Sesuai dengan acara pemeriksaan cepat, maka pemeriksaan dilakukan hari itu juga.
Ayat (2)
Huruf a
Oleh karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara berurutan.
Huruf b
Ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a.

Pasal 208
Cukup jelas

Pasal 209
Ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian perkara, meskipun demikian dilakukan dengan penuh ketelitian.

Pasal 210
Cukup jelas

Pasal 211
Yang dimaksud dengan "perkara pelanggaran tertentu" adalah:
a.mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan;
b.mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa;
c.membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi;
d.tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain;
e.membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan;
f.pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan dan atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada dipermukaan jalan;
g.pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang.
h.pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.

Pasal 212
Cukup jelas

Pasal 213
Berbeda dengan pemeriksaan menurut acara biasa, maka pemeriksaan menurut acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, terdakwa boleh mewakilkan di sidang.

Pasal 214
Cukup jelas

Pasal 215
Sesuai dengan makna yang terkandung dalam acara pemeriksaan cepat, segala sesuatu berjalan dengan cepat dan tuntas, maka benda sitaan dikembalikan kepada yang paling berhak pada saat amar putusan telah dipenuhi.

Pasal 216
Cukup jelas

Pasal 217
Cukup jelas

Pasal 218
Tugas pengadilan luhur sifatnya, oleh karena tidak hanya bertanggung-jawab kepada hukum, sesama manusia dan dirinya, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya setiap orang wajib menghormati martabat lembaga ini, khususnya bagi mereka yang berada di ruang sidang sewaktu persidangan sedang berlangsung bersikap hormat secara wajar dan sopan serta tingkah laku yang tidak menyebabkan kegaduhan atau terhalangnya persidangan.

Pasal 219
Yang dimaksud dengan "petugas keamanan dalam pasal ini" ialah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia dan tanpa mengurangi wewenangnya dalam melakukan tugasnya wajib melaksanakan petunjuk ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.

Pasal 220
Cukup jelas

Pasal 221
Cukup jelas

Pasal 222
Cukup jelas

Pasal 223
Cukup jelas

Pasal 224
Penyimpanan surat putusan pengadilan meliputi seluruh berkas mengenai perkara yang bersangkutan.

Pasal 225
Cukup jelas

Pasal 226
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Salinan surat putusan dapat diberikan dengan cuma-cuma.
Ayat (3)
Pelaksanaan Ayat ini tidak boleh sedemikian rupa sifatnya sehingga akan merupakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pasal 227
Cukup jelas

Pasal 228
Tiap jangka waktu yang ditentukan dalam undang-undang ini, selalu dihitung hari berikutnya setelah hari pengumuman, perintah atau penetapan dikeluarkan.

Pasal 229
Cukup jelas

Pasal 230
Cukup jelas

Pasal 231
Cukup jelas

Pasal 232
Cukup jelas

Pasal 233
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dengan memperhatikan pasal 233 ayat (1) dan pasal 234 ayat (1) penitera dilarang menerima permintaaan banding perkara yang tidak dapat dibanding atau permintaan banding yang diajukan setelah tenggang waktu yang ditentukan berakhir.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 234
Cukup jelas

Pasal 235
Cukup jelas

Pasal 236
Ayat (1)
Maksud pemberian batas waktu empat belas hari ialah agar perkara banding tersebut tidak tertumpuk di pengadilan negeri dan segera diteruskan ke pengadilan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 237
Cukup jelas

Pasal 238
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila dalam perkara pidana terdakwa menurut undang-undang dapat ditahan, maka sejak permintaan banding diajukan, pengadilan tinggi yang menentukan ditahan atau tidaknya.
Jika penahanan yang dikenakan kepada pembanding mencapai jangka waktu yang sama dengan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri kepadanya, ia harus dibebaskan seketika itu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 239
Cukup jelas

Pasal 240
Ayat (1)
Perbaikan pemeriksaan dalam hal ada kelalaian dalam penerapan hukum acara harus dilakukan sendiri oleh pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 241
Cukup jelas

Pasal 242
Cukup jelas

Pasal 243
Cukup jelas

Pasal 244
Cukup jelas

Pasal 245
Cukup jelas

Pasal 246
Cukup jelas

Pasal 247
Cukup jelas

Pasal 248
Cukup jelas

Pasal 249
Cukup jelas

Pasal 250
Cukup jelas

Pasal 251
Cukup jelas

Pasal 252
Cukup jelas

Pasal 253
Cukup jelas

Pasal 254
Cukup jelas

Pasal 255
Cukup jelas

Pasal 256
Cukup jelas

Pasal 257
Cukup jelas

Pasal 258
Cukup jelas

Pasal 259
Cukup jelas

Pasal 260
Cukup jelas

Pasal 261
Cukup jelas

Pasal 262
Cukup jelas

Pasal 263
Pasal ini memuat alasan secara limitatif untuk dapat dipergunakan meminta peninjauan kembali suatu putus" perkara pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 264
Cukup jelas

Pasal 265
Cukup jelas

Pasal 266
Cukup jelas

Pasal 267
Cukup jelas

Pasal 268
Cukup jelas

Pasal 269
Cukup jelas

Pasal 270
Cukup jelas

Pasal 271
Cukup jelas

Pasal 272
Ketentuan yang dimaksud dalam pasal ini ialah bahwa pidana yang dijatuhkan berturut-turut itu ditetapkan untuk dijalani oleh terpidana berturut-turut secara berkesinambungan di antara menjalani pidana yang satu dengan yang

Pasal 273
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jangka waktu tiga bulan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memperhatikan hal yang tidak mungkin diatasi pengaturannya dalam waktu singkat.
Ayat (4)
Perpanjangan waktu sebagaimana tersebut pada ayat ini tetap dijaga agar pelaksanaan lelang itu tidak tertunda.

Pasal 274
Cukup jelas

Pasal 275
Karena terdakwa dalam hal yang dimaksud dalam pasal ini bersama-sama dijatuhi pidana karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dalam satu perkara, maka wajar bilamana biaya perkara dan atau ganti kerugian ditanggung bersama secara berimbang.

Pasal 276
Cukup jelas

Pasal 277
Cukup jelas

Pasal 278
Cukup jelas

Pasal 279
Cukup jelas

Pasal 280
Cukup jelas

Pasal 281
Informasi yang dimaksud dalam pasal ini dituangkan dalam bentuk yang telah ditentukan.

Pasal 282
Cukup jelas

Pasal 283
Cukup jelas

Pasal 284
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
a.Yang dimaksud dengan semua perkara adalah perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan.
b.Yang dimaksud dengan "ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu" ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain:
1.Undang-undang tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (Undang-undang Nomor 7 Drt. Tahun 1955);
2.Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang Nomor 3 tahun 1971);
dengan catatan bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Pasal 285
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ini disingkat   "K.U.H.A.P."

Pasal 286
Cukup jelas

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel