PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
LEMBARAN NEGARA RI
No. 3209
|
KEHAKIMAN.
TINDAK PIDANA. Warganegara. Hukum Acara Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 76)
|
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8
TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA
I.PENJELASAN UMUM.
1.Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana
dalam lingkungan peradilan umum sebelum undang-undang ini berlaku adalah
"Reglemen Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama
"Het Herziene Inlandsch Reglement" atau H.I.R. (Pasal 6 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951, seberapa mungkin harus diambil sebagai
pedoman tentang acara perkara pidana sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan
negeri dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali atas beberapa perubahan dan
tambahannya.
Dengan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan untuk
mengadakan unifikasi hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari hukum
acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie.
Adanya dua macam hukum acara pidana itu, merupakan akibat semata dari
perbedaan peradilan bagi golongan penduduk Bumiputera dan peradilan bagi
golongan bangsa Eropa di Jaman Hindia Belanda yang masih tetap dipertahankan,
walaupun Reglemen Indonesia yang lama (Staatsblad Tahun 1848 Nomor 16) telah
diperbaharui dengan Reglemen Indonesia yang dibaharui (R.I.B.), karena tujuan
dari pembaharuan itu bukanlah dimaksudkan untuk mencapai satu kesatuan hukum
acara pidana, tetapi justeru ingin meningkatkan hukum acara pidana
bagi Raad van Justitie.
Meskipun Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 telah menetapkan bahwa
hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu
R.I.B, akan tetapi ketentuan yang tercantum di dalamnya ternyata belum
memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu
negara hukum. Khususnya mengenai bantuan hukum di dalam pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum tidak diatur dalam R.I.B. sedangkan mengenai hak
pemberian ganti kerugian juga tidak terdapat ketentuannya.
Oleh karena itu demi pembangunan dalam bidang hukum dan sehubungan
dengan hal sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka "Het Herziene
Inlandsch Reglement" (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) berhubungan dengan
dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan
ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sepanjang hal
itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita
hukum nasional dan diganti dengan undang-undang hukum acara pidana baru yang
mempunyai ciri kodifikatif dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
2.Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia
ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warganegara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung
hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi
manusia maupun hak serta kewajiban warganegara untuk menegakkan keadilan tidak
boleh ditinggalkan oleh setiap warganegara, setiap penyelenggara negara, setiap
lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah
yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana ini.
Selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1978), maka wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah
Wawasan Nusantara yang dalam bidang hukum menyatakan bahwa seluruh kepulauan
Nusantara ini sebagai satu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum
nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Untuk itu perlu diadakan pembangunan serta pembaharuan hukum dengan
menyempurnakan perundang-undangan serta dilanjutkan dan ditingkatkan usaha
kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang tertentu dengan memperhatikan
kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi menurut
tingkatan kemajuan pembangunan di segala bidang.
Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana
bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat
dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai
dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak mantapnya hukum,
keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat
serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik
Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
3.Oleh karena itu undang-undang ini yang mengatur tentang hukum acara
pidana nasional, wajib didasarkan pada falsafah/pandangan hidup bangsa dan
dasar negara, maka sudah seharusnyalah di dalam ketentuan materi pasal atau
ayat tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta kewajiban
warganegara seperti telah diuraikan di muka, maupun asas yang akan disebutkan
selanjutnya.
Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta
martabat manusia yang telah diletakkan di dalam Undang-undang tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu Undang-undang Nomor
14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam dan dengan undang-undang
ini.
Adapun asas
tersebut antara lain adalah:
a.Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan
tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
b.Penangkapan, panahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan
undang-undang,
c.Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
d.Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili
tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan
rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang
dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut
dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.
e.Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya
ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen
dalam seluruh tingkat peradilan.
f.Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan
kepentingan pembelaan atas dirinya.
g.Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau
penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwa,
kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan
minta bantuan penasihat hukum.
h.Pengadilan
memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
i.Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali
dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
j.Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana
ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
4.Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan di muka dalam
kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakanlah pembaharuan atas hukum
acara pidana yang sekaligus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk menghimpun
ketentuan acara pidana, yang dengan ini masih terdapat dalam berbagai
undang-undang ke dalam satu undang-undang hukum acara pidana nasional sesuai
dengan tujuan kodifikasi dan unifikasi itu. Atas pertimbangan yang sedemikian
itulah, undang-undang hukum acara pidana ini disebut Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, disingkat K.U.H.A.P.
Kitab Undang-undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tatacara
dari suatu proses pidana, tetapi kitab inipun juga memuat hak dan kewajiban
dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat pula hukum acara
pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya Undang-undang Mahkamah Agung (Undang-undang Nomor
1 Tahun 1950) oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965.
II.PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
a.Ruang lingkup undang-undang ini mengikuti asas-asas yang dianut oleh
hukum pidana Indonesia.
b.Yang dimaksud dengan "peradilan umum" termasuk
pengkhususannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) alinea
terakhir Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1).
Huruf a
Angka 1 s/d
3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tindakan dari
penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:
a)tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b)selaras
dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
c)tindakan
itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d)atas
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
e)menghormati
hak asasi manusia.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam peraturan
pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan
penuntut umum dan hakim peradilan umum.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a s/d
h
Cukup jelas.
Huruf i
Lihat Pasal
109 ayat (2).
Huruf j
Lihat
penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penyidik dalam ayat ini" adalah
misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang
melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Dalam keadaan yang mendesak dan perlu, untuk tugas tertentu demi
kepentingan penyelidikan, atas perintah tertulis Menteri Kehakiman pejabat
imigrasi dapat melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pajabat kepolisian negara Republik
Indonesia" termasuk pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan
kepolisian negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan
apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan
yang sangat diperlukan atau di mana terdapat hambatan perhubungan di daerah
terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal
lain yang dapat diterima menurut kewajaran.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Huruf a s/d
h.
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" ialah antara lain
meneliti indentita; tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas
batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.
Huruf j
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dengan "atas perintah penyidik" termasuk juga penyidik
pembantu sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11. Perintah yang dimaksud
berupa suatu surat perintah yang dibuat secara tersendiri, dikeluarkan sebelum
penangkapan dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah
bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1
butir 14. Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan
dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betu-betul
melakukan tindak pidana.
Pasal 18
Ayat (1)
Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara
Republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di
tempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan.
Pasal 22
Ayat (1)
Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan,
penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, dikantor kejaksaan
negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang
memaksa di tempat lain.
Ayat (2) dan
Ayat (3)
Tersangka atau terdakwa hanya boleh ke luar rumah atau kota dengan
izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang
diajukan kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang
diajukan kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kepentingan pemeriksaan" ialah
pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan dalam waktu penahanan yang ditentukan.
Yang dimaksud dengan "gangguan fisik atau mental yang berat" ialah
keadaan tersangka atau terdakwa yang tidak memungkinkan untuk diperiksa karena
alasan fisik atau mental.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
a.Walaupun berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan negeri
keberatan terhadap sah atau tidaknya penahanan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan yang diperpanjang berdasarkan Pasal 29 diajukan kepada ketua pengadilan
tinggi untuk
b.Terhadap perpanjangan penahan dalam tingkat pemeriksaan kasasi
sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan
karena Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir dan yang melakukan
pengawasan tertinggi terhadap perbuatan pengadilan.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib
lapor, tidak ke luar rumah
atau kota.
Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak
termasuk masa status tahanan.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Penyidik untuk melakukan penggeledahan rumah harus ada surat izin
ketua pengadilan negeri guna menjamin hak asasi seorang atas rumah kediamannya.
Ayat (2)
Jika yang kelakukan penggeledahan rumah itu bukan penyidik sendiri,
maka petugas kepolisian lainnya harus dapat menunjukan selain surat izin ketua
pengadilan negeri juga surat perintah tertulis dari penyidik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "dua orang saksi" adalah warga dari
lingkungan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "ketua lingkungan"
adalah ketua atau wakil ketua rukun kampung, ketua atau wakil ketua rukun
tetangga, ketua atau wakil ketua rukun warga, ketua atau wakil ketua lembaga
yang sederajat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
"keadaan yang sangat perlu dan mendesak" ialah bilamana di
tempat patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana
atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan
sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh
dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Penggeledahan
badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat
wanita.
Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga
badan, penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Yang dimaksud dengan "surat" termasuk surat kawat, surat
teleks dan lain sejenisnya yang mengandung suatu berita.
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang
bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor
kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor
pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah, dan dalam keadaan memaksa di
tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan antara lain ialah
benda yang mudah terbakar, mudah meledak, yang untuk itu harus dijaga serta
diberi tanda khusus atau benda yang dapat membahayakan kesehatan orang dan
lingkungan. Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah
diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau
hakim yang bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan dan lembaga yang ahli dalam menentukan sifat benda yang mudah rusak.
Ayat (2) dan
ayat (3)
Benda untuk pembuktian yang menurut sifatnya lekas rusak dapat di jual
lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang
pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan
barang bukti.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "benda yang dirampas untuk negara"
ialah benda yang harus diserahkan kepada departemen yang bersangkutan, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 46
Ayat (1)
Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai
barang bukti. Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih
diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, benda
yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka benda tersebut
dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan atau pemiliknya. Dalam
pengembalian benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan segi
kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber
kehidupan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "surat lain" adalah surat yang tidak
langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang diperiksa akan tetapi
dicurigai dengan alasan yang kuat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Diberikannya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah
untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seorang yang disangka
melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai
lama tidak mendapat pemeriksaan. sehingga dirasakan tidak adanya kepastian
hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Selain itu juga untuk
mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pasal 51
Huruf a
Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan
tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan
olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan
dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya
sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan
tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia
mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.
Huruf b
Untuk mengindari kemungkinan bahwa seorang terdakwa diperiksa serta
diadili di sidang pengadilan atas suatu tindakan yang didakwakan atas dirinya
tidak dimengerti olehnya dan karena sidang pengadilan adalah tempat yang
terpenting bagi terdakwa untuk pembelaan diri, sebab disanalah ia dengan bebas
akan dapat mengemukakan segala sesuatu yang dibutuhkannya bagi pembelaan, maka
untuk keperluan tersebut pengadilan menyediakan juru bahasa bagi terdakwa yang
berkebangsaan asing atau yang tidak bisa menguasai bahasa Indonesia.
Pasal 52
Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada
yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan. dari rasa takut.
Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.
Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.
Pasal 53
Tidak semua tersangka atau terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan
baik, terutama orang asing, sehingga mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya
disangkakan atau didakwakan. Oleh karena itu mereka berhak mendapat bantuan
juru bahasa.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Menyadari asas peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana,
cepat dan dengan biaya ringan serta dengan pertimbangan bahwa mereka yang
diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tidak dikenakan penahanan kecuali
tindak pidana tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, maka untuk itu bagi
mereka yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari
lima belas tahun, penunjukan penasihat hukumnya disesuaikan dengan perkembangan
dan keadaan tersedianya tenaga penasihat hukum di tempat itu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Ketentuan
ini adalah penjelmaan dari asas "praduga tak bersalah".
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Yang dimaksud dengan "untuk kepentingan pembelaannya" ialah
bahwa mereka wajib menyimpan isi berita acara tersebut untuk diri sendiri. Yang
dimaksud dengan "turunan" ialah dapat berupa foto copy. Yang dimaksud
dengan "pemeriksaan" dalam pasal ini ialah pemeriksaan dalam tingkat
penyidikan, hanya untuk pemeriksaan tersangka.
Dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat - dakwaan. Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan hakim.
Dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat - dakwaan. Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan hakim.
Pasal 73
Apabila terbukti
ada penyalahgunaan dalam pasal ini diberikan ketentuan Pasal 70 ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4).
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Yang dimaksud dengan "penghentian penuntutan" tidak termasuk
penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung.
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran
melalui sarana pengawasan secara horizontal.
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Yang dimaksud dengan "keadaan daerah tidak mengizinkan"
ialah antara lain tidak amannya daerah atau adanya bencana alam.
Pasal 86
Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita menganut asas personalitas aktif
dan asas personalitas pasif, yang membuka kemungkinan tindak pidana yang
dilakukan di luar negeri dapat diadili menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Republik Indonesia. Dengan maksud agar jalannya-peradilan terhadap perkara
pidana tersebut dapat mudah dan lancar, maka ditunjuk Pengadilan Negeri
Jakarta- Pusat yang berwenang mengadilinya.
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kerugian karena dikenakan tindakan
lain" ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan
dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan
ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Ayat (1)
Maksud Penggabungan perkara gugatan pada perkara pidana ini adalah
supaya perkara gugatan tersebut pada suatu ketika yang sama diperiksa serta
diputus sekaligus dengan perkara pidana yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
"kerugian bagi orang lain" termasuk kerugian pihak korban.
Ayat (2)
Tidak
hadirnya penuntut umum adalah dalam hal acara pemeriksaan cepat.
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Ayat (1)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, diminta,
atau tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya wajib memberikan bantuan
penyidikan kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b.
Untuk itu penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b sejak
awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik tersebut pada
Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Ayat (2)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dalam
melakukan penyidikan suatu perkara pidana wajib melaporkan hal.
itu kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. Hal ini diperlukan dalam rangka koordinasi dan pengawasan.
itu kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. Hal ini diperlukan dalam rangka koordinasi dan pengawasan.
Ayat (3)
Laporan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 6 ayat (1)
huruf b kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
disertai dengan berita acara pemeriksaan yang dikirim kepada penuntut umum.
Demikian juga halnya apabila perkara pidana itu tidak diserahkan kepada
penuntut umum.
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Dalam hal pemberitahuan oleh penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal
6 ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)
huruf a.
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Ayat (1)
Pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah,
artinya, surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang
berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf
penyidikan kepada tersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi
penasihat hukum pada pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 115
Ayat (1)
Penasihat
hukum mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan saksi yang dapat menguntungkan tersangka antara lain adalah
saksi a decharge.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal
saksi tidak mau menandatangani berita acara ia harus memberi alasan yang kuat.
Pasal 119
Apabila penyidikan di luar daerah hukum itu dilakukan oleh penyidik
semula, maka ia wajib didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana
penyidikan itu dilakukan.
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Ayat (1)
Atas penahanan tersangka oleh penyidik maka tersangka, keluarga atau
penasihat hukumnya dapat menyatakan keberatannya terhadap penahanan tersebut
kepada penyidik, maupun kepada instansi yang bersangkutan, dengan disertai
alasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Pasal ini
untuk menghindari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap seorang.
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Pasal ini untuk mencegah kekeliruan dengan benda lain yang tidak ada
hubungannya dengan perkara yang bersangkutan untuk penyitaan benda tersebut
telah dilakukan.
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pejabat penyimpan umum antara lain adalah pejabat
yang berwenang dari arsip negara, catatan sipil, balai harta peninggalan,
notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli; sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan
"kedokteran kehakiman" disebut keterangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Yang dimaksud dengan "penggalian mayat" termasuk pengambilan
mayat dari semua jenis tempat dan cara penguburan.
Pasal 136
Cukup jelas
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Yang dimaksud dengan "meneliti" adalah tindakan penuntut
umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang dan atau benda yang tersebut
dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian
yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik.
Pasal 139
Cukup jelas
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Alasan baru tersebut diperoleh penuntut umum dari penyidik yang berasal
dari keterangan tersangka, saksi, benda atau, petunjuk yang baru kemudian
diketahui atau didapat.
Pasal 141
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tindak pidana dianggap mempunyai sangkut
paut satu dengan yang lain"apabila tindak pidana tersebut dilakukan
dilakukan:
1.oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat
yang bersamaan;
2.oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan
tetapi merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
3.oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari
pemidanaan karena tindak pidana lain.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 142
Cukup jelas
Pasal 143
Yang dimaksud dengan "surat pelimpahan perkara" adalah surat
pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas
perkara.
Pasal 144
Cukup jelas
Pasal 145
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang
dimaksud dengan "orang lain" ialah keluarga atau penasihat hukum.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas
Pasal 147
Cukup jelas
Pasal 148
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal kejaksaan negeri yang menerima surat pelimpahan perkara yang
dimaksud dari kejaksaan negeri semula, ia membuat surat pelimpahan baru untuk
disampaikan ke pengadilan negeri yang tercantum dalam surat ketetapan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 149
Cukup jelas
Pasal 150
Cukup jelas
Pasal 151
Cukup jelas
Pasal 152
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan "hakim yang ditunjuk" ialah majelis hakim atau hakim
tunggal.
Ayat (2)
Pemanggilan terdakwa dan saksi dilakukan dengan surat panggilan oleh
penuntut umum secara sah dan harus telah diterima oleh terdakwa dalam jangka
waktu sekurang-kurangnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
Pasal 153
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Jaminan yang diatur dalam ayat (3) di atas diperkuat berlakunya,
terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas peradilan terbuka tidak
dipenuhi.
Ayat (5)
Untuk menjaga supaya jiwa anak yang masih di bawah umur tidak
terpengaruh oleh perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, lebih. lebih dalam
perkara kejahatan berat, maka hakim dapat menentukan bahwa anak di bawah umur
tujuh belas tahun, kecuali yang telah atau pernah kawin, tidak dibolehkan
mengikuti sidang.
Pasal 154
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "keadaan bebas" adalah keadaan tidak
dibelenggu tanpa mengurangi pengawalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kehadiran terdakwa di sidang merupakan kewajiban dari terdakwa, bukan
merupakan haknya, jadi terdakwa harus hadir di sidang pengadilan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Dalam hal terdakwa setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak
dapat dihadirkan dengan baik, maka terdakwa dapat dihadirkan dengan paksa.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 155
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk menjamin terlindungnya hak terdakwa guna memberikan
pembelaannya, maka penuntut umum memberikan penjelasan atas dakwaan tetapi
penjelasan ini hanya dapat dilaksanakan pada permulaan sidang.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ayat ini adalah untuk mencegah jangan sampai
terjadi saling mempengaruhi di antara para saksi, sehingga keterangan saksi
tidak dapat diberikan secara bebas.
Ayat (2)
Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang
menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan
keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana
berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan
ahli.
Pasal 160
Cukup jelas
Pasal 161
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji,
tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan
keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Pasal 162
Cukup jelas
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hakim berwenang untuk memperingatkan baik kepada penuntut umum maupun
kepada penasihat hukum, apabila pertanyaan yang diajukan itu tidak ada
kaitannya dengan perkara.
Pasal 165
Cukup jelas
Pasal 166
Jika dalam salah satu pertanyaan disebutkan suatu tindak pidana yang
tidak diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi,
tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan, maka pertanyaan yang
sedemikian itu dianggap sebagai pertanyaan yang bersifat menjerat. Pasal ini
penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat itu tidak hanya tidak boleh
diajukan kepada terdakwa, akan tetapi juga tidak boleh diajukan kepada saksi.
Ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan
secara bebas di semua tingkat pemeriksaan. Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut
umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di
dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Tekanan. itu, misalnya ancaman dan
sebagainya yang menyebabkan terdakwa atau saksi menerangkan hal yang berlainan
daripada hal yang dapat dianggap sebagai peryataan pikirannya yang bebas.
Pasal 167
Ayat (1)
Untuk melancarkan jalannya pemeriksaan saksi, maka ada kalanya hakim
ketua sidang menganggap bahwa saksi yang sudah didengar keterangannya mungkin
akan merugikan saksi berikutnya yang akan memberikan keterangan, sehingga perlu
saksi pertama tersebut untuk sementara ke luar dari ruang sidang selama masih
didengar keterangannya.
Ayat (2)
Ada kalanya terdakwa atau penuntut umum berkeberatan terhadap
dikeluarkannya saksi dari ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
misalnya diperlukan kehadiran saksi tersebut, agar supaya ia dapat ikut
mendengarkan keterangan yang diberikan oleh saksi yang didengar berikutnya demi
kesempurnaan hasil keterangan saksi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 168
Cukup jelas
Pasal 169
Cukup jelas
Pasal 170
Ayat (1)
Pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk
menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti yang ditentukan oleh
ayat ini, hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk
mendapatkan kebebasan tersebut.
Pasal 171
Mengingat bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian
juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya
kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopaat, mereka
ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka
mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan,
karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
Pasal 172
Cukup jelas
Pasal 173
Apabila menurut pendapat hakim seorang saksi itu akan merasa tertekan
atau tidak bebas dalam memberikan keterangan apabila terdakwa hadir di sidang,
maka untuk menjaga hal yang tidak diinginkan hakim dapat menyuruh terdakwa ke
luar untuk sementara dari persidangan selama hakim mengajukan pertanyaan kepada
saksi.
Pasal 174
Cukup jelas
Pasal 175
Cukup jelas
Pasal 176
Cukup jelas
Pasal 177
Cukup jelas
Pasal 178
Cukup jelas
Pasal 179
Cukup jelas
Pasal 180
Cukup jelas
Pasal 181
Cukup jelas
Pasal 182
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam hal
terdakwa tidak dapat menulis, panitera mencatat pembelaannya.
Ayat (2)
Sidang dibuka kembali dimaksudkan untuk menampung data tambahan
sebagai bahan untuk musyawarah hakim.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Apabila tidak terdapat mufakat bulat, pendapat lain dari salah seorang
hakim majelis dicatat dalam berita acara sidang majelis yang sifatnya rahasia.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 183
Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan
kepastian hukum bagi seorang.
Pasal 184
Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu
alat bukti yang sah.
Pasal 185
Ayat (1)
Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari
orang lain atau testimonium de auditu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim agar
memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur
dan obyektif.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 186
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan,
dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Pasal 187
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan surat yang dibuat oleh pejabat, termasuk surat
yang dikeluarkan oleh suatu majelis yang berwenang untuk itu.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 188
Cukup jelas
Pasal 189
Cukup jelas
Pasal 190
Cukup jelas
Pasal 191
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti sah dan meyakinkan" adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian
hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan
hukum acara pidana ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jika terdakwa tetap dikenakan penahanan atas dasar alasan lain yang
sah, maka alasan tersebut secara jelas diberitahukan kepada ketua pengadilan
negeri sebagai pengawas dan pengamat terhadap pelaksanaan putusan pengadilan.
Pasal 192
Cukup jelas
Pasal 193
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Perintah penahanan terdakwa yang dimaksud adalah bilamana hakim
pengadilan tingkat pertama yang memberi putusan berpendapat perlu dilakukannya
penahanan tersebut karena dikhawatirkan bahwa selama putusan belum memperoleh
kekuatan hukum tetap, terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan
barang bukti ataupun mengulangi tindak pidana lagi.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 194
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan mengenai penyerahan barang tersebut misalnya sangat
diperlukan untuk mencari nafkah, seperti kendaraan, alat pertanian dan
lain-lain.
Ayat (3)
Penyerahan barang bukti tersebut dapat dilakukan meskipun putusan
belum mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi harus disertai dengan syarat
tertentu, antara lain barang tersebut setiap waktu dapat dihadapkan ke
pengadilan dalam keadaan utuh.
Pasal 195
Cukup jelas
Pasal 196
Ayat (1)
Ayat ini diambil dari asas yang termaktub dalam Pasal 16 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970. Oleh karena ketentuan mengenai "pemeriksaan"
sudah diatur terlebih dahulu, maka dalam ayat ini hanya diatur mengenai segi
"memutus perkara".
Ayat (2)
Setelah diucapkan putusan tersebut berlaku baik bagi terdakwa yang
hadir maupun yang tidak hadir. Ayat ini bermaksud melindungi kepentingan
terdakwa yang hadir dan menjamin kepastian hukum secara keseluruhan dalam Ayat
(3)
Dengan pemberitahuan ini dimaksudkan supaya terdakwa mengetahui haknya.
Dengan pemberitahuan ini dimaksudkan supaya terdakwa mengetahui haknya.
Pasal 197
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan "fakta dan keadaan di sini"
ialah.segala apa yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak dalam
proses, antara lain penuntut umum, saksi, ahli,terdakwa, penasihat hukum dan
saksi korban.
Ayat (2)
Kecuali yang tersebut pada huruf a, e, f dan h, apabila terjadi
kekhilafan dan atau kekeliruan dalam penulisan, maka kekhilafan dan atau
kekeliruan penulisan atau pengetikan tidak menyebabkan batalnya putusan demi
hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 198
Cukup jelas
Pasal 199
Cukup jelas
Pasal 200
Ketentuan ini untuk memberi kepastian bagi terdakwa agar tidak
berlarut-larut waktunya untuk mendapatkan surat putusan tersebut, dalam rangka
ia akan menggunakan upaya hukum. Pasal 201 Ketentuan ini adalah memberikan
suatu kepastian untuk membuka kemungkinan surat palsu atau yang dipalsukan itu
dipakai sebagai barang bukti, dalam hal dipergunakan upaya hukum. Di samping
itu ketentuan tersebut ditujukan sebagai jaminan ketelitian panitera dalam berkas
perkara.
Pasal 201
Ketentuan ini adalah memberikan suatu kepastian untuk membuka
kemungkinan surat palsu atau yang dipalsukan itu sebagai barang bukti, dalam
hal dipergunakan upaya hukum.
Di samping itu ketentuan tersebut ditujukan sebagai jaminan ketelitian panitera dalam berkas perkara.
Di samping itu ketentuan tersebut ditujukan sebagai jaminan ketelitian panitera dalam berkas perkara.
Pasal 202
Cukup jelas
Pasal 203
Cukup jelas
Pasal 204
Cukup jelas
Pasal 205
Ayat (1)
Tindak pidana "penghinaan ringan" ikut digolongkan di sini
dengan disebut tersendiri, karena sifatnya ringan sekalipun ancaman, pidana
penjara paling lama empat bulan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "atas kuasa" dari penuntut umum kepada
penyidik adalah demi hukum. Dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi
nilai "atas kuasa" tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 206
Cukup jelas
Pasal 207
Ayat (1)
Huruf a
Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi
kewajibannya untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, tanggal, jam dan
tempat yang ditentukan.
Huruf b
Sesuai dengan acara pemeriksaan cepat, maka pemeriksaan dilakukan hari
itu juga.
Ayat (2)
Huruf a
Oleh karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili
menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register dengan
masing-masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara berurutan.
Huruf b
Ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara
pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat oleh
penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak
pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a.
Pasal 208
Cukup jelas
Pasal 209
Ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian
perkara, meskipun demikian dilakukan dengan penuh ketelitian.
Pasal 210
Cukup jelas
Pasal 211
Yang
dimaksud dengan "perkara pelanggaran tertentu" adalah:
a.mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan
ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan
pada jalan;
b.mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan
surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji
kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya
tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa;
c.membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh
orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi;
d.tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas
jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan
kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain;
e.membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi
plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan
yang bersangkutan;
f.pelanggaran
terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan dan
atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada
dipermukaan jalan;
g.pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan,
cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar
barang.
h.pelanggaran
terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan
yang ditentukan.
Pasal 212
Cukup jelas
Pasal 213
Berbeda dengan pemeriksaan menurut acara biasa, maka pemeriksaan
menurut acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, terdakwa boleh
mewakilkan di sidang.
Pasal 214
Cukup jelas
Pasal 215
Sesuai dengan makna yang terkandung dalam acara pemeriksaan cepat,
segala sesuatu berjalan dengan cepat dan tuntas, maka benda sitaan dikembalikan
kepada yang paling berhak pada saat amar putusan telah dipenuhi.
Pasal 216
Cukup jelas
Pasal 217
Cukup jelas
Pasal 218
Tugas pengadilan luhur sifatnya, oleh karena tidak hanya bertanggung-jawab
kepada hukum, sesama manusia dan dirinya, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karenanya setiap orang wajib menghormati martabat lembaga ini,
khususnya bagi mereka yang berada di ruang sidang sewaktu persidangan sedang
berlangsung bersikap hormat secara wajar dan sopan serta tingkah laku yang
tidak menyebabkan kegaduhan atau terhalangnya persidangan.
Pasal 219
Yang dimaksud dengan "petugas keamanan dalam pasal ini"
ialah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia dan tanpa mengurangi wewenangnya
dalam melakukan tugasnya wajib melaksanakan petunjuk ketua pengadilan negeri
yang bersangkutan.
Pasal 220
Cukup jelas
Pasal 221
Cukup jelas
Pasal 222
Cukup jelas
Pasal 223
Cukup jelas
Pasal 224
Penyimpanan surat putusan pengadilan meliputi seluruh berkas mengenai
perkara yang bersangkutan.
Pasal 225
Cukup jelas
Pasal 226
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Salinan
surat putusan dapat diberikan dengan cuma-cuma.
Ayat (3)
Pelaksanaan Ayat ini tidak boleh sedemikian rupa sifatnya sehingga
akan merupakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Pasal 227
Cukup jelas
Pasal 228
Tiap jangka waktu yang ditentukan dalam undang-undang ini, selalu
dihitung hari berikutnya setelah hari pengumuman, perintah atau penetapan
dikeluarkan.
Pasal 229
Cukup jelas
Pasal 230
Cukup jelas
Pasal 231
Cukup jelas
Pasal 232
Cukup jelas
Pasal 233
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dengan memperhatikan pasal 233 ayat (1) dan pasal 234 ayat (1)
penitera dilarang menerima permintaaan banding perkara yang tidak dapat
dibanding atau permintaan banding yang diajukan setelah tenggang waktu yang
ditentukan berakhir.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 234
Cukup jelas
Pasal 235
Cukup jelas
Pasal 236
Ayat (1)
Maksud pemberian batas waktu empat belas hari ialah agar perkara
banding tersebut tidak tertumpuk di pengadilan negeri dan segera diteruskan ke
pengadilan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 237
Cukup jelas
Pasal 238
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila dalam perkara pidana terdakwa menurut undang-undang dapat
ditahan, maka sejak permintaan banding diajukan, pengadilan tinggi yang
menentukan ditahan atau tidaknya.
Jika penahanan yang dikenakan kepada pembanding mencapai jangka waktu yang sama dengan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri kepadanya, ia harus dibebaskan seketika itu.
Jika penahanan yang dikenakan kepada pembanding mencapai jangka waktu yang sama dengan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri kepadanya, ia harus dibebaskan seketika itu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 239
Cukup jelas
Pasal 240
Ayat (1)
Perbaikan pemeriksaan dalam hal ada kelalaian dalam penerapan hukum
acara harus dilakukan sendiri oleh pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 241
Cukup jelas
Pasal 242
Cukup jelas
Pasal 243
Cukup jelas
Pasal 244
Cukup jelas
Pasal 245
Cukup jelas
Pasal 246
Cukup jelas
Pasal 247
Cukup jelas
Pasal 248
Cukup jelas
Pasal 249
Cukup jelas
Pasal 250
Cukup jelas
Pasal 251
Cukup jelas
Pasal 252
Cukup jelas
Pasal 253
Cukup jelas
Pasal 254
Cukup jelas
Pasal 255
Cukup jelas
Pasal 256
Cukup jelas
Pasal 257
Cukup jelas
Pasal 258
Cukup jelas
Pasal 259
Cukup jelas
Pasal 260
Cukup jelas
Pasal 261
Cukup jelas
Pasal 262
Cukup jelas
Pasal 263
Pasal ini memuat alasan secara limitatif untuk dapat dipergunakan
meminta peninjauan kembali suatu putus" perkara pidana yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pasal 264
Cukup jelas
Pasal 265
Cukup jelas
Pasal 266
Cukup jelas
Pasal 267
Cukup jelas
Pasal 268
Cukup jelas
Pasal 269
Cukup jelas
Pasal 270
Cukup jelas
Pasal 271
Cukup jelas
Pasal 272
Ketentuan yang dimaksud dalam pasal ini ialah bahwa pidana yang
dijatuhkan berturut-turut itu ditetapkan untuk dijalani oleh terpidana
berturut-turut secara berkesinambungan di antara menjalani pidana yang satu
dengan yang
Pasal 273
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jangka waktu tiga bulan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memperhatikan
hal yang tidak mungkin diatasi pengaturannya dalam waktu singkat.
Ayat (4)
Perpanjangan waktu sebagaimana tersebut pada ayat ini tetap dijaga
agar pelaksanaan lelang itu tidak tertunda.
Pasal 274
Cukup jelas
Pasal 275
Karena terdakwa dalam hal yang dimaksud dalam pasal ini bersama-sama
dijatuhi pidana karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dalam satu
perkara, maka wajar bilamana biaya perkara dan atau ganti kerugian ditanggung
bersama secara berimbang.
Pasal 276
Cukup jelas
Pasal 277
Cukup jelas
Pasal 278
Cukup jelas
Pasal 279
Cukup jelas
Pasal 280
Cukup jelas
Pasal 281
Informasi yang dimaksud dalam pasal ini dituangkan dalam bentuk yang
telah ditentukan.
Pasal 282
Cukup jelas
Pasal 283
Cukup jelas
Pasal 284
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
a.Yang dimaksud dengan semua perkara adalah perkara yang telah
dilimpahkan ke pengadilan.
b.Yang dimaksud dengan "ketentuan khusus acara pidana sebagaimana
tersebut pada undang-undang tertentu" ialah ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada, antara lain:
1.Undang-undang tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi (Undang-undang Nomor 7 Drt. Tahun 1955);
2.Undang-undang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang Nomor
3 tahun 1971);
dengan catatan bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana
tersebut pada undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Pasal 285
Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana ini disingkat "K.U.H.A.P."
Pasal 286
Cukup jelas