SYARAT-SYARAT UNTUK PENANGGUHAN PENAHANAN
SYARAT-SYARAT
PENANGGUHAN PENAHANAN
Terkait dengan penangguhan penahanan,
dapat kita lihat ketentuan yang mengaturnya dalam Pasal 31 ayat
(1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (“KUHAP”) yang
berbunyi atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum
atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan
penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang,
berdasarkan syarat yang ditentukan.
Dengan demikian, untuk seseorang
mendapat penangguhan penahanan, harus ada:
a. Permintaan
dari tersangka atau terdakwa;
b. Permintaan
penangguhan penahanan ini disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim
yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan;
c. Ada
persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan
jaminan yang ditetapkan.
Salah satu perbedaan antara penangguhan
penahanan dengan pembebasan dari tahanan, terletak pada “syarat”. Faktor ini
merupakan “dasar” atau landasan pemberian penangguhan penahanan. Sedang dalam
tindakan pembebasan, dilakukan “tanpa syarat”, sehingga tidak merupakan faktor
yang mendasari pembebasan. Penetapan syarat ini merupakan conditio sine
quanon dalam pemberian penangguhan. Sehingga, tanpa adanya syarat yang
ditetapkan lebih dulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan.
Mengenai syarat penangguhan penahanan
ini selanjutnya dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 31 ayat (1)
KUHAP yaitu, tersangka/terdakwa:
a.
wajib lapor;
b.
tidak keluar rumah;
c.
tidak keluar kota.
Itulah syarat yang dapat ditetapkan
dalam pemberian penangguhan penahanan. Contohnya adalah dengan membebankan
kepada tahanan untuk “melapor” setiap hari, satu kali dalam setiap tiga hari
atau satu kali seminggu, dan sebagainya. Atau pembebanan syarat bisa berupa
tidak keluar rumah maupun tidak keluar kota.
Lebih
jauh, dalam PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP diatur
bahwa dalam permintaan penangguhan penahanan, ada jaminan yang disyaratkan yang
bisa berupa:
1.
Jaminan Uang (Pasal 35).
a. Jaminan uang ini ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai Dengan tingkat pemeriksaan dan disimpan di
kepaniteraan pengadilan negeri.
b. Penyetoran uang jaminan ini dilakukan
sendiri oleh pemohon atau penasihat hukumnya atau keluarganya dan untuk itu
panitera memberikan tanda terima.
c. Penyetoran ini dilakukan berdasar
“formulir penyetoran” yang dikeluarkan instansi yang bersangkutan.
d. Bukti setoran ini dibuat dalam rangkap
tiga sesuai ketentuan angka 8 huruf f Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman
No. M. 14-PW.07.03/1983. Tembusan tanda penyetoran tersebut oleh panitera
disampaikan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan
untuk menjadi dasar bagi pejabat yang menahan mengeluarkan surat perintah atau
surat penetapan penangguhan penahanan.
e. Apabila kemudian tersangka atau terdakwa
melarikan diri dan setelah melewati waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan,
uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.
2. Jaminan
Orang (Pasal 36).
a. Orang penjamin bisa penasihat hukumnya,
keluarganya, atau orang lain yang
tidak mempunyai hubungan apa pun dengan
tahanan.
b. Penjamin memberi “pernyataan” dan
kepastian kepada instansi yang
menahan bahwa dia “bersedia” dan
bertanggung jawab memikul segala risiko
dan akibat yang timbul apabila tahanan
melarikan diri.
c. Identitas orang yang menjamin harus
disebutkan secara jelas.
d. Instansi yang menahan menetapkan besarnya
jumlah uang yang harus
ditanggung oleh penjamin, yang disebut
“uang tanggungan” (apabila
tersangka/terdakwa melarikan diri).
e. Pengeluaran surat perintah penangguhan
didasarkan atas surat jaminan dari si
penjamin.
Timbulnya
kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam
perjanjian penangguhan penahanan:
a. Apabila
tersangka/terdakwa melarikan diri;
b. Dan
setelah lewat 3 bulan tidak ditemukan;
c. Penyetoran
uang tanggungan ke kas Negara dilakukan oleh orang yang
menjamin melalui panitera Pengadilan
Negeri;
d. Apabila
penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang ditentukan
tersebut, jurusita menyita barang miliknya
untuk dijual lelang dan hasilnya
disetor ke
Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
Jadi, untuk seseorang tersangka/terdakwa
dapat ditangguhkan penahanannya, perlu dipenuhi syarat-syarat dan ada jaminan
yang harus diberikan sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Namun, hal-hal yang
disebutkan di atas adalah dalam ranah normatif dan dapat berbeda dengan
praktiknya di lapangan. Pada praktik di lapangan, penangguhan penahanan
tersangka atau terdakwa dengan jaminan uang sangat berbeda dari yang diatur di
dalam KUHAP serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Misalnya saja, pihak
panitera pengadilan negeri tidak pernah memberikan tanda terima atas penyerahan
uang jaminan yang diberikan pihak tersangka atau kuasa hukumnya. Selain itu, uang
jaminan atas penangguhan penahanan yang diberikan sebelumnya, seringkali tidak
pernah dikembalikan kepada pihak yang memberikannya meski terdakwa kemudian
dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
2.
Peraturan Pemerintah
No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
3.
Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983