PENGERTIAN DAN HUKUM HIBAH MENURUT ISLAM
Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhoi
oleh Allah SWT dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta melalui nabi
Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau selalu berbuat baik dengan amalan sholeh
seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Shodaqoh bisa
berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam
pengertian luas, shodaqoh bisa berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan
tenaga dan jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun.
Beberapa hal diatas adalah bagian
dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama islam seperti
pemberian hadiah, hibah dan shodaqoh.
A. Pengertian hibah
Secara bahasa hibah adalah pemberian
(athiyah), sedangkan menurut istilah hibah yaitu
عقد يفيد التمليك بلا عوض حا ل الالحياة تطوعا
“akad yang menjadikan
kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara
sukarela.
Didalam syara” sendiri menyebutkan
hibah mempunyai arti akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik
seseorang kepada orang lain diwaktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila
seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak
diberikan kepadanya hak kepemilikan maka harta tersebut disebut i’aarah (pinjaman).
- Hukum hibah
Hibah disyariatkan dan dihukumi
mandub (sunat) dalam Islam. Dan Ayat ayat Al quran maupun teks dalam hadist
juga banyak yang menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong
menolong dan salah satu bentuk tolong menolong tersebut adalah memberikan harta
kepada orang lain yang betul – betul membutuhkannya, dalam firman Allah:
… dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa..( QS: Al Maidah: 2).
Adapun barang yang sudah dihibahkan
tidak boleh diminta kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya dalam sabda
Nabi :
لا يحلّ لرجل أن يعطى عطيّة أوييهب
هبة فيرجع فيها الاّ الوالد فيما يعطى لولده. (رواه ابو داوود وغيره )
“Tidak halal bagi seseorang
yang telah memberi sesuatu pemberian atau menghibahkan suatu hibah atau menarik
kembali kecuali orang tua yang memberi kepada anaknya.” (HR. Abu Daud)
- Rukun Hibah
Menurut jumhur ulama’ rukun hibah
ada empat:
a.
Wahib (Pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang
menghibahkan barang miliknya kepada orang lain.
b.
Mauhub lah (Penerima)
Penerima hibah adalah seluruh
manusia dalam arti orang yang menerima hibah.
c.
Mauhub
Mauhub adalah barang yang di
hibahkan.
d.
Shighat (Ijab dan Qabul)
Shighat hibbah adalah segala sesuatu
yang dapat dikatakan ijab dan qabul.
- Syarat-syarat hibah
Hibah menghendaki adanya penghibah,
orang yang diberi hibah, dan sesuatu yang dihibahkan.
a. Syarat-syarat penghibah
Disyaratkan bagi pengbhibah
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Penghibah memiliki sesuatu untuk
dihibahkan
2. Penghibah bukan orang yang dibatasi
haknya karena suatu alasan.
3. Penghibah itu orang dewasa, sebab
anak-anak kurang kemampuannya.
4. Penghibah itu tidak dipaksa, sebab
hibah itu akad yang mempersyaratkan keridhaan dalam keabsahannya.
b. Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah
Orang yang diberi hibah disyaratkan
benar-benar ada waktu diberi hibah. Bila tidak benar-benar ada, atau
diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin, maka hibah tidak sah. Apabila
orang yang diberi hibah itu ada di waktu pemberian hibah, akan tetapi dia
masih atau gila, maka hibah itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya atau
orang mendidiknya sekalipun dia orang asing.
c. Syarat-syarat bagi yang dihibahkan
Disyaratkan bagi yang dihibahkan:
1) Benar-benar ada
2) Harta yang bernilai
3) Dapat dimiliki dzatnya, yakni bahwa
yang dihibahkan itu adalah apa yang bisa dimiliki, diterima peredarannya, dan
pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka tidak sah menghibahkan air di sungai,
ikan di laut, burung di udara, masjid-masjid atau pesantren-pesantren.
4) Tidak berhubungan dengan
tempat pemilik hibah, seperti menghibahkan tanaman, pohon, atau bangunan tanpa
tanahnya.
5) Dikhususkan, yakni yang dihibahkan
itu bukan untuk umum, sebab pemegangan dengan tangan itu tidak sah kecuali bila
ditentukaan (dikhususkan) seperti halnya jaminan.
Terdapat dua hal yang hendak dicapai
oleh hibah yakni, Pertama, dengan beri memberi akan
menimbulkan suasana akrab dan kasih sayang antara sesama manusia.
Sedangkan mempererat hubungan silaturrahmi itu termasuk ajaran dasar agama
Islam. Kedua, yang dituju oleh anjuran hibah adalah
terbentuknya kerjasam dalam berbuat baik, baik dalam menanggulangi kesulitan
saudaranya, maupun dalam membangun lembaga-lembaga sosial.
Kesimpulan
- Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa da kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
- Rukun hibah, yaitu : penghibah , penerima hibah, ijab dan kabul, dan benda yang dihibahkan.
- Syarat-syarat hibah itu meliputi syarat penghibah, penerima hibah dan benda yang dihibahkan.
- Penghibahan harta yang dilakukan oleh orang sakit hukumnya sama dengan wasiat. Menurut jumhur ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.