UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
- bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan dadanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
- bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
- bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Jaminan fidusia.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan
Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
BAB
I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
3. Piutang adalah hak untuk menerima
pembayaran.
4. Benda adalah segala sesuatu yang
dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud,
yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak
bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
5. Pemberi Fidusia adalah orang
perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
6. Penerima Fidusia adalah orang
perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin
dengan Jaminan Fidusia.
7. Utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
8. Kreditor adalah pihak yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
9. Debitor adalah pihak yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.
10. Setiap Orang adalah orang
perseorangan atau korporasi.
BAB
II
RUANG LINGKUP
RUANG LINGKUP
Pasal
2
Undang-undang ini berlaku terhadap
setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan Fidusia.
Pasal
3
Undang-undang ini tidak berlaku
terhadap :
a. Hak Tanggungan yang berkaitan
dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku
menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar
dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai.
BAB
III
PEMBEBANAN, PENDAFTARAN, PENGALIHAN, DAN HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
PEMBEBANAN, PENDAFTARAN, PENGALIHAN, DAN HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Bagian
Pertama
Pembebanan Jaminan Fidusia
Pembebanan Jaminan Fidusia
Pasal
4
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian
ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi suatu prestasi.
Pasal
5
(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan
Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta
Jaminan Fidusia.
(2) Terhadap pembuatan akta Jaminan
Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
6
Akta Jaminan Fidusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan
Penerima Fidusia;
b. data perjanjian pokok yang
dijamin fidusia;
c. uraian mengenai Benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia;
d. nilai penjaminan; dan
e. nilai Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia.
Pasal
7
Utang yang pelunasannya dijamin
dengan fidusia dapat berupa:
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di
kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau
c. utang yang pada saat eksekusi
dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Pasal
8
Jaminan Fidusia dapat diberikan
kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dan
Penerima Fidusia tersebut.
Pasal
9
(1) Jaminan Fidusia dapat memberikan
terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang
telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
(2) Pembebanan jaminan atas Benda
atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.
Pasal
10
Kecuali diperjanjikan lain:
a. Jaminan Fidusia meliputi hasil
dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
b. Jaminan Fidusia meliputi klaim
asuransi, dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.
Bagian
Kedua
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pasal
11
(1) Benda yang dibebani dengan
Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
(2) Dalam hal Benda yang dibebani
dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia,
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.
Pasal
12
(1) Pendaftanan Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran
Fidusia.
(2) Untuk pertama kali, Kantor
Pendaftaran Fidusia didinikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh
wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan
Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya
diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal
13
(1) Permohonan pendaftaran Jaminan
Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan
pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.
(2) Pernyataan pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan
Penerima Fidusia;
b. tanggal, nomor akta Jaminan
Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia;
c. data perjanjian pokok yang
dijamin fidusia;
d. uraian mengenai Benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia;
e. nilai penjaminan; dan
f. nilai Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia
mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1) Kantor Pendaftaran Fidusia
menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia
pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia yang
merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(3) Jaminan Fidusia lahir pada
tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar
Fidusia.
Pasal
15
(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila debitor cidera janji,
Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Pasal
16
(1) Apabila terjadi perubahan
mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan
pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia pada
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan
pencatatan perubahan tersebut dalam buku Daftar Fidusia dan menerbitkan
Pernyataan Perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dan Sertifikat
Jaminan Fidusia.
Pasal
17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan
fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang sudah
terdaftar.
Pasal
18
Segala keterangan mengenai Benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia
terbuka untuk umum.
Bagian
Ketiga
Pengalihan Jaminan Fidusia
Pengalihan Jaminan Fidusia
Pasal
19
(1) Pengalihan hak atas piutang yang
dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan
kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru.
(2) Beralihnya Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kepada
Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pasal
20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti
Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut
berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan
Fidusia.
Pasal
21
(1) Pemberi Fidusia dapat
mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia demgan cara dan
prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera janji oleh debitor
dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga.
(3) Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti
oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara.
(4) Dalam hal Pemberi Fidusia cidera
janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia
pengganti dan objek Jaminan Fidusia yang dialihkan.
Pasal
22
Pembeli benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia yang merupakan benda persediaan bebas dari tuntutan meskipun
pembeli tersebut mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dengan
ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan Benda tersebut
sesuai dengan harga pasar.
Pasal
23
(1) Dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, apabila Penerima Fidusia setuju
bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau
mengalihkan Benda atau hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia,
atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka
persetujuan tersebut tidak berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan
Fidusia.
(2) Pemberi Fidusia dilarang
mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Pasal
24
Penerima Fidusia tidak menanggung
kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul
dan hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum
sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia.
Bagian
Keempat
Hapusnya Jaminan Fidusia
Hapusnya Jaminan Fidusia
Pasal
25
(1) Jaminan Fidusia hapus karena
hal-hal sebagai berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin
dengan fidusia;
b. pelepasan hak atas Jaminan
Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c. musnahnya Benda yang menjadi
obyek Jaminan Fidusia.
(2) Musnahnya benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf b.
(3) Penerima Fidusia memberitahukan
kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang,
pelepasan hak, atau musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
tersebut.
Pasal
26
(1) Dengan hapusnya Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret
pencatatan Jaminan Fidusia dan Buku Daftar Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia
menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaininan Fidusia yang
bersangkutan tidak berlaku lagi.
BAB
IV
HAK MENDAHULU
HAK MENDAHULU
Pasal
27
(1) Penerima Fidusia memiliki hak
yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.
(3) Hak yang didahulukan dari
Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi
Pemberi Fidusia.
Pasal
28
Apabila atas Benda yang sama menjadi
objek Jaminan Fidusia yang lebih dari 1(satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka
hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada
pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
BAB
V
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
Pasal
29
(1) Apabila debitor atau Pemberi
Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
a. pelaksanaan titel eksekutorial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang
dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima
Fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2
(dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Pasal
30
Pemberi Fidusia wajib menyerahkan
Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi
Jaminan Fidusia.
Pasal
31
Dalam hal Benda yang menjadi objek
Jamiman Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di
pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
32
Setiap janji untuk melaksanakan
eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31,
batal demi hukum.
Pasal
33
Setiap janji yang memberi kewenangan
kepada Penerima Fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal
34
(1) Dalam hal hasil eksekusi
melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan
tersebut kepada Pemberi Fidusia.
(2) Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.
(2) Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.
BAB
VI
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal
35
Setiap orang yang dengan sengaja
memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan
keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu
pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal
36
Pemberi Fidusia yang mengalihkan,
menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh
juta) rupiah.
BAB
VII
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
37
(1) Pembebanan Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang ini,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak berdirinya Kantor
Pendaftaran Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia harus sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan mengenai kewajiban
pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(3) Jika dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian, maka
perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Pasal
38
Sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai
fidusia tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti, atau diperbaharui.
BAB
VIII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
39
Kantor Pendaftanan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dibentuk dalam jangka waktu paling
lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-undang ini diundangkan.
Pasal
40
Undang-undang ini disebut
Undang-undang Fidusia.
Pasal
41
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BACHRUDDIN
JUSUF HABIBIE
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.
ttd
MULADI
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 168
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
I.
UMUM
1.
Pembangunan
ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD1945. dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang
berkesinambungan,para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat,
baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring
dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap
pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.
2.
Selama ini,
kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan
telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
merupakan pelaksanaan dari pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang
Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga
Hipotek atas tanah dan credietverband.
Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan
dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah,dan Jaminan Fidusia.
Undang-undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang
menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh
pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang
Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan
rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika
tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman
penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi.
Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena
proses pembebanannya dianggap sederhana,mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin
adanya kepastian hukum.
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi
Fidusia untuk menguasai Benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha
yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya,
Benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang
berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya,
benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak
berwujud, maupun benda tak bergerak.
3.
Undang-undang
ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan
Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan
untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.
Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan
kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia.
Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin
kepentingan pihak yang menerima fidusia, Pemberi Fidusia mungkin saja
menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa
sepengetahuan Penerima Fidusia.
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari
benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan,piutang, peralatan mesin,
dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat
yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini obyek Jaminan Fidusia
diberikan pengertian yang luas yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud
maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan
hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang hak Tanggungan.
Dalam Undang-undang ini,diatur tentang pendaftaran
Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang
berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan
(preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena Jaminan
Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan,maka diharapkan
sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan jaminan
kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap Benda tersebut.
II.
PASAL DEMI
PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Berdasarkan
ketentuan ini,bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
tanggungan,dapat dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 4
Yang dimaksud
dengan " prestasi" dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam akta
jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai
waktu (jam)pembuatan akta tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud
dengan"identitas" dalam Pasal ini adalah meliputi nama lengkap,
agama,tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin,status perkawinan, dan pekerjaan.
Huruf b
Yang dimaksud
dengan"data perjanjian pokok" adalah mengenai macam perjanjian dan
utang yang dijamin dengan fidusia.
Huruf c
Uraian mengenai
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan
mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti
kepemilikannya.
Dalam hal Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory)
yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang
jadi, atau portfolio perusahaan efek, maka dalam akta Jaminan Fidusia
dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari Benda tersebut.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Utang yang akan
timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah "kontinjen",
misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk
kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
Huruf c
Utang yang
dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya
lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Pasal 8
Ketentuan ini
dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu Penerima Fidusia
dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
Yang dimaksud
dengan"kuasa" adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari Penerima
Fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan Fidusia dari
Pemberi Fidusia.
Yang dianggap
dimaksud dengan "wakil" adalah orang yang secara hukum dianggap
mewakili Penerima Fidusia dalam penerimaan Jaminan Fidusia, misalnya, Wali
amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.
Pasal 9
Ketentuan dalam
Pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini secara tegas
membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal
ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan
hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi pelunasan utang.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud
dengan"hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia" adalah
segala sesuatu yang diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia.
Huruf b
Ketentuan dalam
huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu diasuransikan, maka
klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima Fidusia.
Pasal 11
Pendaftaran
Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan
Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam
maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas
sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai Benda
yang telah dibebani Jaminan Fidusia
Pasal 12
Kantor
Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan
bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis.
Kantor
Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara
bertahap, sesuai dengan keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah
negara Republik Indonesia.
Dalam hal
Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II maka
wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh
daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya.
Pendirian
Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan
Undang-undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini
dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap
kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, akan
tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat
(2).
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini
tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi
pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud lainnya.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam ketentuan
ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah langsung
dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat
para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Ayat (3)
Salah satu ciri
Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila
pihak Pemberi Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini
dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia melalui
lembaga parate eksekusi.
Pasal 16
Ayat (1)
Perubahan
mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, harus
diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan
akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Fidusia ulang
oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjaminan pihak ketiga, tidak
dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak
kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
"Pengalihan
hak atas piutang" dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah
"cessie"yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik
atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan
kewajiban Penerima Fidusia lama beraih kepada Penerima Fidusia baru dan
pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada Pemberi Fidusia.
Pasal 20
Ketentuan ini
mengikuti prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari
peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas
kebendaan(in rem).
Pasal 21
Ketentuan ini
menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk menjaga kepentingan
Penerima Fidusia, maka Benda yang dialihkan wajib diganti dengan obyek yang
setara.
Yang
dimaksudkan dengan"mengalihkan" antara lain termasuk menjual atau
menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.
Yang dimaksud
dengan"setara" tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya. Yang
dimaksud dengan "cidera janji" adalah tidak memenuhi prestasi baik
yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun
perjanjian jaminan lainnya.
Pasal 22
Yang dimaksud
dengan"harga pasar" adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar
pada saat penjualan Benda tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan
dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan penjualan Benda tersebut.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan"menggabungkan" adalah penyatuan bagian-bagian dari Benda
tersebut.
Yang dimaksud
dengan"mencampur" adalah penyatuan Benda yang sepadan dengan benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan"benda yang tidak merupakan benda persediaan", misalnya mesin
produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Sesuai dengan
sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia tergantung pada
adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena
hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya Jaminan Fidusia
yang bersangkutan menjadi hapus.
Yang dimaksud
dengan"hapusnya utang" antara lain karena pelunasan dan bukti
hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor.
Ayat (2)
Dalam hal Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut diasuransikan maka
klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusia tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Hak yang
didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam
ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak
agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan bahwa
Undang-undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Dalam hal
Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada
waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang
menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak
yang berwenang.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Berdasarkan
ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak
mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalam maupun di luar
kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3889