PENGERTIAN DAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA
PENGERTIAN DAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE
DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA
Di dalam praktek penegakan hukum pidana sering kali kita
mendengar istilah Restorative Justice, atau Restorasi Justice yang dalam
terjemahan bahasa Indonesia disebut dengan istilah restorasi keadilan.
Restorative Justice mengandung pengertian yaitu: "suatu pemulihan hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin
dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana
tersebut (keluarganya) (upaya perdamaian) di luar pengadilan dengan maksud dan
tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana
tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan
kesepakatan diantara para pihak". Restorative Justice
pada prinsipnya merupakan suatu falsafah (pedoman dasar) dalam proses
perdamaian di luar peradilan dengan menggunakan cara mediasi atau musywarah
dalam mencapai suatu keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat
dalam hukum pidana tersebut yaitu pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban
tindak pidana (keluarganya) untuk mencari solusi terbaik yang disetujui dan
disepakati para pihak. Restorative justice dikatakan sebagai falsafah
(pedoman dasar) dalam mencapai keadilan yang dilakukan oleh para pihak diluar
peradilan karena merupakan dasar proses perdamaian dari pelaku tindak pidana
(keluarganya) dan korban (keluarganya) akibat timbulnya korban/kerugian dari
perbuatan pidana tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Restorative
Justice mengandung prinsip-prinsip dasar meliputi:
1. Mengupayakan perdamaian di luar pengadilan oleh pelaku
tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana (keluarganya)
2. Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana
(keluarganya) untuk bertanggung jawab menebus kesalahannya dengan cara
mengganti kerugian akibat tindak pidana yang dilakukannya
3. Menyelesaikan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak.
3. Menyelesaikan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak.
Upaya penyelesaian masalah di luar
pengadilan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban
tindak pidana (keluarganya) nantinya diharapkan menjadi dasar pertimbangan
dalam proses pemeriksaan pelaku tindak pidana di pengadilan dalam penjatuhan
sanksi pidananya oleh hakim/majelis hakim. Sehingga dapat diartikan bahwa Restorative
Justice adalah suatu rangkaian proses penyelesaian masalah pidana di luar
pengadilan yang bertujuan untuk me-restore (memulihkan kembali) hubungan
para pihak dan kerugian yang diderita oleh korban kejahatan dan diharapkan
dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi majelis hakim pengadilan pidana dalam
memperingan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
Restorative.Justice dalam ilmu hukum pidana harus bertujuan untuk
memulihkan kembali keadaan seperti sebelum terjadi kejahatan. Ketika ada orang
yang melakukan pelanggaran hukum maka keadaan akan menjadi berubah. Maka
disitulah peran hukum untuk melindungi hak-hak setiap korban kejahatan. Di
dalam proses peradilan pidana konvensional dikenal adanya restitusi atau
ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi memiliki makna yang lebih luas.
Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan
hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku.
Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku
pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi,
perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Kenapa hal ini
menjadi penting? Karena proses pemidanaan konvensional tidak memberikan ruang
kepada pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum pidana dalam hal ini pelaku
tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut untuk berpartisipasi aktif
melakukan mediasi/musyawarah dalam penyelesaian masalah mereka di luar
pengadilan. Setiap indikasi tindak pidana, tanpa memperhitungkan eskalasi
perbuatannya, akan terus digulirkan ke ranah penegakan hukum yang hanya menjadi
jurisdiksi para penegak hukum. Partisipasi aktif dari masyarakat seakan tidak
menjadi penting lagi, semuanya hanya bermuara pada putusan pemidanaan
atau punishment (penjatuhan sanksi pidana) tanpa melihat adanya
restorative justice yang telah dilakukan dan disepakati oleh para pihak.
Sudah saatnya falsafah Restorative
Justice menjadi pertimbangan dalam sistem pelaksanaan hukum pidana dan
dimasukkan ke dalam Peraturan Perundang-undangan Hukum Pidana (KUHP) baru,
khususnya untuk delik pidana aduan (Klacht delict) agar penitik beratan pada kondisi
terciptanya keadilan dan keseimbangan perlakuan hukum terhadap pelaku tindak
pidana dan korban tindak pidana dapat tercapai dengan baik, tanpa harus selalu
menggunakan sanksi pidana (hukuman penjara) dalam penyelesaian akhirnya. Karena
efek jera sebagai tujuan akhir pemidanaan (hukuman penjara) pelaku tindak
pidana sekarang ini sudah tidak lagi mencapai sasarannya sebagaimana yang
diharapkan. Perlu adanya terobosan dalam pelaksanaan sistem pemidanaan di Indonesia,
tidak saja mealalui hukuman penjara semata tapi juga melalui penerapan Restorative
Justice.