SANKSI HUKUM BAGI PELAKU PENGANIAYAAN ANAK
SANKSI HUKUM BAGI PELAKU PENGANIAYAAN ANAK
Hal yang sangat baru dalam sistem pemidanaan kita di
Indonesia adalah adanya hak restitusi dalam undang-undang ini. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia restitusi dapat berarti ganti kerugian, pembayaran
kembali, pegawai berhak memperoleh pengobatan, penyerahan bagian pembayaran yg
masih bersisa, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002
tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang Berat, restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada
korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa
pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau
penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
(1) Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf
j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi
tanggung jawab pelaku kejahatan;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan restitusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam penjelasan pasal tersebut di atas yang dimaksud
dengan "restitusi" adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan
kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas
kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak mendapatkan
restitusi adalah anak korban.
Hal ini sesuai dengan pengaturan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan
orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a.
diskriminasi;
b.
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c.
penelantaran;
d.
kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.
ketidakadilan; dan
f. perlakuan
salah lainnya.
Menurut yurisprudensi, yang dimaksud
dengan kata penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak
(penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contoh “rasa sakit” tersebut misalnya
diakibatkan mencubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
Pasal
yang Menjerat Pelaku Penganiayaan Anak
Pasal tentang penganiayaan anak ini diatur khusus dalam Pasal
76C UU 35/2014 yang berbunyi:
Setiap Orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan
terhadap Anak.
Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas
(pelaku kekerasan/peganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:
(1)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3)
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila
yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Dasar
Hukum:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak Menjadi Undang-Undang.